Monday, February 9, 2009

Ibu mertua, anak, dan pengasuh

Suatu ketika, saya dapet tugas dari atasan untuk ikut pelatihan penulisan di daerah puncak. Menurut jadwal, katanya sih dua hari yang mengharuskan saya untuk bermalam, padahal selama hampir 14 bulan saya tidak pernah tidur sendiri tanpa ditmani anak saya tercinta. Tapi, berhubung sudah lama nggak ikut pelatihan dan pengen punya ilmu baru, rasanya sayang kalo kesempatan ini dilewatkan. Apalagi suami saya dengan semangat 45nya memberikan anggukan setujunya. Katanya lagi suatu proses pembelajaran buat anak kami karena udah mulai besar. Yeah, I’m getting make any kind of excuse.

Saya di tempatkan bersama tiga orang wanita lain yang usianya sekitar 5-10 tahun lebih tua dari saya. Bahkan salah satu peserta dari institusi lain nggak nyangka kalo saya sudah merit dan punya satu anak. Inilah resiko berwajah baby look. Di tengah kegundahan saya, yang tetep mikirin anak nanti malem bisa tidur atau nggak tanpa ada kehadiran ibunya, saya terperangah dengan tetanggga bungalow yang saya tempati. Kebetulan bungalow itu juga diperuntukkan bagi peserta pelatihan.

Bungalow itu, sama seperti bungalow saya harusnya ditempati oleh 4 orang dengan dua bed ukuran double. Pada saat saya dan rekan2 satu bungalow mau keluar menuju ruang sidang tempat pelatihan berlangsung, kami bertegur sapa dengan rekan-rekan tetangga bungalow. Biasa, ini adat-istiadat standar. Tetapi alangkah terkejutnya saya pada saat mengintip ke bunglow tetangga itu. Tahukah anda dari bungalow itu keluar tiga perempuan yang saya yakini peserta pelatihan. OK, hal itu tentu wajar. Tapi ternyata di bungalow itu masih ada ibu-ibu berumur 50an yang saya yakini bukan peserta pelatihan karena menggendong anak bayi usia 8 bulanan, plus seorang mba-mba muda usia 17an yang saya yakini juga bukan peserta pelatihan kerana bawa-bawa jarik alias kain gendongan.

Oh my God...di tengah gundah gulanaku memikirkan ananda di rumah eh ternyata ada yang berinisiatif tinggi memboyong anggota keluarganya ke tempat pelatihan ini.Wah, hebat kan tipikal orang Indonesia, suka nya dodong-ptong rame-rame entah itu urusan suka-suka, belanja, merit, sidang sarjana, pacaran, putus cinta, ke rumah sakit, ato studi banding...pasti deh kalo bisa kakek, nenek, cucu, cicit,anak, kalo bisa dibawa ya dibawa pula.

Oh ya, saya juga makin terperangah begitu melihat sang peserta pelatihan yang bawa keluarga plus pengasuhnya itu, membawa pula keluarganya menikmati hidangan makan malam ,sarapan dan makan siang di tengah-tengah peserta pelatihan yang lain. Tapi ups, maaf untuk mbak-mbak yang bawa keluarganya itu, saya bukan suuzhon. Mungkin saja mbak itu sudah bayar charge yah ke panitia?

Dan lebih hebatnya lagi, saya sebagai orang Indonesia juga bisanya Cuma menggerutu ngomongin itu dengan peserta lain tanpa ngomong ke orang bersangkutan yang membawa ibu mertua, anak dan pengasuhnya.....

No comments:

Post a Comment